Hukum Patung, Photo atau Gambar


Kebanyakan gambar dan patung pada zaman Nabi dan sesudahnya, adalah berupa orang atau benda yang disucikan dan diagung-agungkan. Sebab pada umumnya gambar atau lukisan dan patung itu adalah made in Nasrani dan Majusi. Oleh karena itu tidak dapat terlepas dari pengaruh penyembahan terhadap gambar dan patung yang mereka buat.

Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dluha pernah berkata, “Saya dan Masruq berada di sebuah rumah yang di situ ada beberapa patung, lalu Masruq berkata kepadaku, Apakah ini patung Kaisar? Saya jawab, Tidak, Ini adalah patung Maryam.

Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya, bahwa lukisan itu buatan Majusi dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan, bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani, kemudian Masruq berkata, Saya pernah mendengar Ibnu Mas’ud menceritakan apa yang ia dengar dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar.” (Riwayat Muslim).

Imam Thabari berkata, Yang dimaksud dalam hadis ini, yaitu orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau tidak ada maksud seperti di atas, maka dia tergolong orang yang berdosa sebab menggambar saja.

Hal ini hampir sama dengan persoalan orang yang melukis atau membuat patung makhluq-makhluq yang bernyawa dengan tujuan menandingi ciptaan Allah. Terhadap orang seperti inilah berlaku hadis Nabi saw “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah.” (Riwayat Muslim). “Siapakah orang yang lebih berbuat dzalim selain orang yang bekerja membuat seperti buatanku?. Oleh karena itu cobalah mereka membuat biji atau dzarrah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam kitab Fathul Bari dalam bab “Man Showwaro Shurotan” di sebutkan banyak perbedaan pandangan mengenai gambar makhluq yang bernyawa ini. Ibnul Arabi menyimpulkan perbedaan pendapat para ulama tentang ini. Yaitu, kalau gambarnya tiga dimensi maka menurut ijma’ul ulama hukumnya haram (Kecuali boneka mainan anak-anak. red). Sedangkan kalau hanya dua dimensi, maka ada empat qoul, yaitu ;
  1. Boleh secara mutlaq, dengan memperhatikan dzohirnya hadits “illaa roqman fii tsaubin”.
  2. Haram secara mutlaq sehingga lukisan dua dimensi.
  3. Jika gambar utuh bentuknya, hukumnya haram, jika di potong kepalanya, maka hukumya boleh.
  4. Kalau gambarnya tidak di agungkan maka boleh, jika di agungkan maka haram.
Sekarang bagaimana dengan gambar-gambar yang dihasilkan kamera atau video recorder? Hukumnya tidak sama dengan hukum gambar lukisan tangan, Sebab gambar yang dihasilkan dari foto dan video recorder itu tidak ada unsur penciptaan dan menggambar makhluq yang bernyawa di dalamnya, namun hanyalah menangkap dan memindahkan obyek atau bayangan suatu benda lalu menempatkannya di tempat lain, sebagaimana gambar pada cermin, tidak ada yang mengatakan bahwa gambar yang terdapat didalam cermin tersebut haram hukumnya. Sebab, tidak ada unsur penciptaan.

Bagaimana jika photo-photo itu di gantung didinding, haramkah? Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa photo berbeda hukumnya dengan lukisan. Menurut Syaikh Nawawi Banten, bahwa menggantung photo para ulama, auliya dan orang-orang sholih didinding adalah bid’ah mandubah. Perlu digaris bawahi, bahwa dalam hal ini para pelaku tidak mengkultuskan atau memuja apalagi menyembah. Mereka hanya mengagumi dan simpati terhadap orang-orang sholih, selebihnya tidak.

Disebutkan dalam hadits, “Sungguh syaitan itu menyingkir bila melihat bayangan umar”. Dalam hadits lain disebutkan, “Maukah kalian kuberitahu orang-orang mulia diantara kalian? Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat wajahnya maka membuat ingat kepada allah (Adabul Mufrad. Imam Bukhari),

Hadits-hadits diatas, menunjukkan bahwa bayangan dan diri orang-orang shalih mempunyai kekhususan dan kewibawaan tersendiri. Berbeda dengan photo wanita yg tidak menutup auratnya yang dipampang atau digantung didinding atau di taruh dimeja diruang tamu. Mungkin photo ini juga mempunyai pengaruh, tetapi pembaca tentunya lebih tahu bagaimana pengaruh gambar tersebut.

Berbeda lagi dengan kebiasaan orang-orang hindu di India, mereka memasang photo didinding, di kalungi bunga, dikasih lilin dan di puja-puja, tentu inilah yang dimaksud hadits tentang haromnya menggantung gambar makhluq bernyawa didinding, yaitu menggantungnya dengan maksud dipuja dan disembah. Wallohu a’lam bis Showab.

islamiro

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah NKRI

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak