Misteri Di Balik Kitab Alfiyah Ibnu Malik


Kitab ini membahas kaidah-kaidah gramatika bahasa arab, seputar nahwu shorof, Alfiyah Namanya, 1000, sesuai jumlah nadzomnya. Karya besar Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik. Sangat fenomenal, yang rasanya tidak mungkin akan terhapus dalam khazanah intelektualitas pondok pesantren. Namun jika kita hitung ternyata jumlah nadzomnya tidaklah 1000 melainkan 1002, ada tambahan 2 nadzom di muqoddimahnya, mengapa??? Ada misteri di dalamnya. Yaitu misteri tentang larangan ujub dan sombong, tentang keharusan ta’dzim atau memulyakan sang guru, tentang tulusnya sebuah karya, juga tentang adab terhadap orang yang sudah meninggal dunia.

Diceritakan bahwa syekh ibnu malik dalam menyusun nadzom alfiyah ini terinspirasi dari almarhum sang guru yang sudah terlebih dahulu menyusun nadzom yang berjumlah 500. Beliau adalah Syekh abil Hasan- Yahya ibn mu’thiy. Karyanya tersebut diberi nama alkaafiyah yang masyhur disebut dengan alfiyah ibn mu’thiy. Hanya berjumlah 500 nadzom tapi disebuat alfiyah, ini karena kitab alkafiyah tersebut terdiri dari 1000 satar. Satar adalah setengah bagian dari satu nadzom.

Ketika beliau sudah mantap menyimpan semua gambaran nadzhom alfiyah dalam memori otaknya, beliaupun memulai untuk menulis untaian nadzom demi nadzom, bait demi bait. Hingga pada saat beliau menulis bait ke lima, bagian satar ke sepuluh yang berbunyi ;

 وتَقتضِى رضًا بغير سخطٍ # فائقةً ألفيّةً ابن معطى

(Dan kitab alfiyah ini akan menarik ridho bukan kemurkaan Allah # Kitab alfiyah ini lebih unggul dari kitab alfiyahnya ibnu mu’thiy).

Seketika semua hafalan yang sudah tersimpan rapi dalam memori otak beliaupun lenyap tak tersisa sedikitpun. Syekh ibnu malik menjadi cemas, sedih, juga bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hingga akhirnya tanpa sadar beliau tertidur dan bermimpi dibangunkan oleh seorang kakek yang berpakaian serba putih, wajahnya tidak nampak jelas. Kakek itu menepuk pundak syekh ibnu malik sambil berkata ;
“wahai anak muda, bangunlah!, bukankah kamu sedang menyusun sebuah kitab?”
“Iya kek,” jawab ibnu malik, “namun aku lupa semua hafalanku, sehingga aku tak mampu untuk melanjutkanya”.
Kakek itu pun bertanya, “sudah sampai mana kamu menulisnya?”
“baru sampai bait kelima”, Ibnu Malik menjawab sambil membacakan bait yang terakhir ia tulis. “bolehkah aku melanjutkan hafalanmu,?” tanya kakek tersebut.
“tentu saja boleh”. Jawab Ibnu Malik dengan girang.
Lalu kakek itupun membacakan sebuah Nadzom ;

 فائقةً من نحو ألف بيتي # والحيّ قد يغلب ألف ميّتي

(Seperti halnya mengungguli dalam seribu bait # Orang yang masih hidup, terkadang bisa mengalahkan 1000 orang yang sudah meninggal)

Seketika syaikh ibn malik terbangun dan menyadari bahwa kakek dalam mimpinya itu tidak lain adalah sang guru, yakni syaikh ibnu mu’thiy yang dengan jelas menegur syaikh ibnu malik dengan sindiran di bait tersebut.

Sadar akan hal itu, Ibnu Malik pun bertaubat kepada Sang pencipta atas rasa takabburnya. Beliau juga meminta maaf kepada Ibnu Mu’thiy dengan berziarah ke makamnya. Selepas dari ziarah, beliau melanjutkan karangannya dengan menambahkan 2 bait di bagian Muqoddimah yang pada awalnya tidak masuk dalam rencana, dengan harapan bahwa hafalannya akan pulih kembali. Yakni ;

وهو بسبق حائز تفضيلا # مستوجب ثنائي الجميلا 
والله يقضي بهبات وافرة # لي وله في درجات الآخرة

(Dan dia (ibnu mu’thiy) memang lebih dahulu dan mendapatkan keunggulan # Dia juga pantas mendapatkan pujian (legitimasi) yang sangat baik dariku. Semoga Alloh memberikan anugerah yang sempurna untukku dan juga beliau dalam derajat yang tinggi di akhirat kelak)

Kemudian secara ajaib, semua memori hafalan nadzom yang ingin beliau tulis itupun kembali tergambar jelas di otak dan hatinya. Beliaupun bersyukur kepada Allah, kemudian melanjutkan karangannya lalu terciptalah sebuah mahakarya yang fenomenal terkenal di berbagai penjuru dunia.

Sebenarnya ada banyak versi cerita misteri yang tersebar tentang 2 bait tambahan dalam nadzom Alfiyah ibnu malik ini, salah satunya diceritakan dengan jelas dalam kitab qodhil-qudhot. Namun semua intinya sama, yakni, cerita yang mengandung pesan larangan berbuat ujub dan sombong, meski mempunyai kemampuan lebih, juga tentang keharusan beradab dan memulyakan sang guru, lebih-lebih sang guru telah meninggal dunia.

Mudah-mudahan kita semua termasuk orang-orang yang selalu mampu memposisikan diri kita sebagai murid yang birr- baik, bukan murid yang durhaka di sisi guru-guru kita. Amin.

islamiro

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah NKRI

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak