Amil Syar'i yang Berhak Menerima Zakat

KEPUTUSAN BAHTSUL MASA’IL SYURIYYAH PWNU JAWA TIMUR 
di PP. Tremas, Pacitan, 09-10 November 2014. 


Untuk mengetahui pihak yang berwenang mengangkat amil di Indonesia, dari tingkat nasional sampai desa, diperlukan pemahaman Pengelola Zakat yang ada, sebagaimana dalam bagan berikut:



UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang terpetakan dalam bagan tersebut menggambarkan, bahwa Pengelola Zakat di Indonesia ada tiga:
  1. BAZNAS (tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota).
  2. LAZ (tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota)
  3. Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat di komunitas atau wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS DAN LAZ.
Namun demikian, dari ketiga Pengelola Zakat tersebut, yang jelas-jelas diangkat oleh pemerintah hanya BAZNAS, sedangkan LAZ hanya diberi izin dan Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat hanya diakui. Sehingga keduanya tidak berstatus sebagai status amil syar’i.

Pengangkatan amil adalah kewenangan imam (penguasa tertinggi) seperti dalam definisi amil di atas.  Namun demikian, kewenangan itu bisa dilimpahkan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil–yang menurut PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, adalah gubernur, bupati, atau walikota–dan mereka pun boleh mengangkat pegawai (‘ummal) untuk membantu tugas mereka dalam mengelola zakat. Dalam al-Ahkam as-Sulthaniyah Imam al-Mawardi mengatakan:

وَإِذَا فَوَّضَ الْخَلِيفَةُ تَدْبِيرَ الْأَقَالِيمِ إلَى وُلَاتِهَا وَوَكَّلَ النَّظَرَ فِيهَا إلَى الْمُسْتَوْلِينَ عَلَيْهَا كَاَلَّذِي عَلَيْهِ أَهْلُ زَمَانِنَا جَازَ لِمَالِكِ كُلِّ إقْلِيمٍ أَنْ يَسْتَوْزِرَ ، وَكَانَ حُكْمُ وَزِيرِهِ مَعَهُ كَحُكْمِ وَزِيرِ الْخَلِيفَةِ مَعَ الْخَلِيفَةِ فِي اعْتِبَارِ الْوَزَارَتَيْنِ وَأَحْكَامِ النَّظَرَيْنِ. وَإِذَا قَلَّدَ الْخَلِيفَةُ أَمِيرًا عَلَى إقْلِيمٍ أَوْ بَلَدٍ كَانَتْ إمَارَتُهُ عَلَى ضَرْبَيْنِ: عَامَّةٌ وَخَاصَّةٌ. فَأَمَّا الْعَامَّةُ فَعَلَى ضَرْبَيْنِ : إمَارَةُ اسْتِكْفَاءٍ بِعَقْدٍ عَنْ اخْتِيَارٍ وَإِمَارَةُ اسْتِيلَاءٍ بِعَقْدٍ عَنْ اضْطِرَارٍ. فَإِمَارَةُ الِاسْتِكْفَاءِ الَّتِي تَنْعَقِدُ عَنْ اخْتِيَارِهِ فَتَشْتَمِلُ عَلَى عَمَلٍ مَحْدُودٍ وَنَظَرٍ مَعْهُودٍ ، وَالتَّقْلِيدُ فِيهَا أَنْ يُفَوِّضَ إلَيْهِ الْخَلِيفَةُ إمَارَةَ بَلَدٍ أَوْ إقْلِيمٍ وِلَايَةً عَلَى جَمِيعِ أَهْلِهِ وَنَظَرًا فِي الْمَعْهُودِ مِنْ سَائِرِ أَعْمَالِهِ فَيَصِيرُ عَامَّ النَّظَرِ فِيمَا كَانَ مَحْدُودًا مِنْ عَمَلٍ وَمَعْهُودًا مِنْ نَظَرٍ فَيَشْتَمِلُ نَظَرُهُ فِيهِ عَلَى سَبْعَةِ أُمُورٍ: أَحَدُهَا النَّظَرُ فِي تَدْبِيرِ الْجُيُوشِ وَتَرْتِيبِهِمْ فِي النَّوَاحِي وَتَقْدِيرِ أَرْزَاقِهِمْ إلَّا أَنْ يَكُونَ الْخَلِيفَةُ قَدَّرَهَا فَيَذَرُهَا عَلَيْهِمْ . وَالثَّانِي النَّظَرُ فِي الْأَحْكَامِ وَتَقْلِيدِ الْقُضَاةِ وَالْحُكَّامِ. وَالثَّالِثُ: جِبَايَةُ الْخَرَاجِ وَقَبْضُ الصَّدَقَاتِ وَتَقْلِيدُ الْعُمَّالِ فِيهِمَا وَتَفْرِيقُ مَا اُسْتُحِقَّ مِنْهَا .  (الأحكام السلطانية ج 1 / ص 48-49)

Silahkan baca juga ini :

islamiro

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah NKRI

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak