Tentang Beser atau Da’imul Hadats


Da`im al-hadats atau orang yang selalu berhadats, seperti orang yang sedang istihadloh, orang yang beser kencing, beser mazhi dan orang yang mempunyai luka yang darahnya terus mengalir. Dia mempunyai hukum khusus di dalam fiqih.

Bagi da’imul hadats (orang yang selalu hadats) diharuskan berwudlu setiap kali mau melakukan ibadah fardlu. Artinya satu wudlu untuk satu ibadah fardlu. Sedangkan ibadah-ibadah sunnah, ia boleh melakukan sebanyak yang ia mau (I'anatut Tholibin I / 47).

Ia juga harus melepas dan mensucikan pembalut atau sejenisnya (maa fii ma’naahu) yang ia pakai, dan juga harus membersihkan tempat keluarnya kotoran atau najis, setiap kali hendak melakukan sholat fardlu. Sebagaimana dikemukakan dalam kitab al-Fatawi al-Kubra karangan Ibnu Hajar al-Haitami, juz 1, halaman 166, cet: Darul Fikri Bairut :

قَالَ ابْنُ الْعِمَادِ وَيُعْفَى عَنْ قَلِيلِ سَلِسِ الْبَوْلِ فِي الثَّوْبِ وَالْعِصَابَةِ بِالنِّسْبَةِ لِتِلْكَ الصَّلَاةِ خَاصَّةً .وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلَاةِ الْآتِيَةِ فَيَجِبُ غَسْلُهُ أَوْ تَجْفِيفُهُ وَغَسْلُ الْعِصَابَةِ أَوْ تَجْدِيدُهَا بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ. 

“Ibn al-‘Imad berkata, Air kencing sedikit yang tidak bisa ditahan keluarnya (karena beser) yang mengenai pakaian dan pembalut, hukumnya dima’fu (dimaafkan), itu hanya berkenaan khusus dengan shalat yang sedang dijalani, adapun untuk shalat selanjutnya maka wajib dibasuh atau dikeringkan, dan membasuh pembalut atau menggantinya dengan yang baru sesuai dengan kemampuan”.

Selain itu, niat wudlunya bukan menghilangkan hadats, tapi niat supaya boleh melakukan ibadah yang butuh wudlu, seperti memegang al-Qur’an, sholat dan thowaf. Kemudian wudlunya harus muwalah (terus menerus), juga harus dilakukan setelah masuk waktu. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Asnal Matholib syarah kitab Raudlut Tholib karangan Syekh Zakaria al-Anshori; juz 1, halaman 146 dan 499, Maktabah Syamilah.

Kemudian bolehkah orang sehat- tidak beser dan atau istihadloh sholat mengikuti imam yang beser atau istihadloh? BOLEH. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Raudlotut Tholibin karangan Imam Nawawi, juz 1, halaman 321 :

ويجوز اقتداء السليم بسلس البول، والطاهرة بالمستحاضة غير المتحيرة على الأصح. كما يجوز قطعا بمن استنجى بالأحجار، ومن على ثوبه أو بدنه نجاسة معفو عنها. ويصح صلاة القائم خلف القاعد، أو القائم والقاعد خلف المضطجع. 

Artinya : Orang yang sehat boleh berma’mum kepada orang yang beser, perempuan yang sedang suci boleh berma’mum kepada perempuan yang sedang istihadloh yang bukan mutahayyiroh(perempuan yang bingung dalam urusan haidlnya), menurut qaul asshoh. Sebagaimana dengan jelas, boleh bagi orang yang bersuci pakai air bermakmum kepada orang yang bersuci pakai batu dan orang yang baju atau badannya terkena najis yang dima’fu. Pun sah berma’mumnya orang yang sholat berdiri kepada orang yang sholat duduk, atau berma’mumnya orang yang sholat berdiri dan sholat duduk kepada orang yang sholatnya sambil tidur miring.

Dalam ibadah haji, setiap kali hendak melakukan sebuah kewajiban haji yang disyaratkan harus berwudlu, seperti thowaf, maka ia melakukan seperti saat hendak sholat. Dibersihkan dulu kemaluannya, lalu di balut kapas, terus dibungkus plastic- misalnya, atau yang praktis sekali yaitu memakai pempres, kemudian baru berwudlu. Waallohu a’lam bis showab.

islamiro

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah NKRI

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak