Hukum Inhina’, Ojigi atau membungkukkan badan


Menghormati orang lain dengan menundukkan kepala (Jepang, Ojigi; Arab, inhina') yang sudah menjadi tradisi mengakar di Jepang dan Korea. Begitupun di Indonesia, orang-orang Islamnya, juga mempunyai kebiasaan tersebut jika bertemu orang lain atau saat berjalan diantara orang-orang yang sedang duduk-duduk.


Kebiasan yang sudah membudaya ini  hukumnya boleh asal dengan niat murni penghormatan. Bukan niat menyembah orang yang dihormati tersebut. Sebagaimana pendapat Ibnu Muflih (Hanabilah) dalam kitab Al-Adab As-Syar'iyah ,

...التحية بانحناء الظهر جائزة ...ولما قدم ابن عمر الشام حياه أهل الذمة كذلك فلم ينههم وقال هذا تعظيم للمسلمين......وأما السجود إكراما وإعظاما فلا يجوز كما دلت عليه الأخبار المشهورة

Artinya: Penghormatan dengan membungkukkan punggung itu boleh... Pada saat Ibnu Umar--Sahabat dan ahli hadits putra Umar bin Khatab-- datang ke Syam (sekarang Suriah) ia disambut oleh kafir dzimmi di sana dengan membungkuk dan Ibnu Umar tidak mencegah mereka. Dia mengatakan: "Ini penghormatan untuk umat Islam." Adapun sujud baik untuk penghormatan atau pengagungan maka hukumnya tidak boleh berdasarkan dalil hadits-hadits yang masyhur.

An-Nafraawiy rahimahullah berkata:

وَأَفْتَى بَعْضُ الْعُلَمَاءِ بِجَوَازِ الِانْحِنَاءِ إذَا لَمْ يَصِلْ إلَى حَدِّ الرُّكُوعِ الشَّرْعِيِّ

“Dan sebagian ulama berfatwa bolehnya membungkukkan badan jika tidak sampai pada batas rukuk syar’iy” [Fawaakihud-Dawaaniy, 8/296. Dinukil juga dalam Haasyiyyah Ash-Shaawiy ‘alaa Asy-Syarh Ash-Shaghiir, 11/279].

As-Safaariniy rahimahullah menukil:

وَقَدَّمَ فِي الْآدَابِ الْكُبْرَى عَنْ أَبِي الْمَعَالِي أَنَّ التَّحِيَّةَ بِانْحِنَاءِ الظَّهْرِ جَائِزٌ

“Dan telah berlalu dalam Al-Aadaabul-Kubraa dari Abul-Ma’aaliy bahwasannya penghormatan dengan membungkukkan punggung diperbolehkan” [Ghidzaaul-Albaab, 1/256].

Sedangkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا[1]

Dari Anas bin Malik, Kami bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?”. Rasulullah bersabda, “Tidak boleh”. Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh berpelukan jika saling bertemu?”. Nabi bersabda, “Tidak boleh. Akan tetapi saling berjabat tanganlah kalian” (HR Ibnu Majah).

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menyatakan bahwa maksud hadits di atas adalah makruh, bukan haram. Menurut Imam Syarqowi dan al-Bujairomi, hukumnya makruh, tidak sampai harom. Karena larangan membungkukkan badan dalam hadits diatas adalah apabila sampai pada haddur-ruku’ (batas rukuk). Apabila tidak sampai pada haddur-ruku’ maka hukumnya makruh. (Syarah Sulam Taufiq, Syaikh Nawawi Banten).


[1].( سنن ابن ماجه, ص:۱۰۷, ج: ۱۱, رقم: ۳٦٩۲, المؤلف : ابن ماجة أبو عبد الله محمد بن يزيد القزويني، وماجة اسم أبوه يزيد (المتوفى : ۲۷۳هـ)

islamiro

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah NKRI

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak